Sebenarnya sudah lama aku ingin menuliskan ceritaku ini, tapi, aku baru diberi kekuatan sekarang untuk menuliskannya. “emang kemarin-kemarin ga kuat nulis?” bukan gitu kaliiiii…
Pernah beberapa minggu yang lalu aku mencoba untuk menulis cerita yang akan kuceritakan ini, tapi… aku sungguh-sungguh tak sanggup menahan airmataku waktu itu. “segitunya yah?“
Buatku, ini adalah cerita yang sangat menyedihkan dan mengecewakan, namun dengan adanya aku menuliskan ini, bukan berarti aku ingin berbagi kesedihan dan kekecewaan, tapi aku Cuma gak mau lagi mendengar orang-orang menanyakan kabar kehamilanku.
Nah, untuk menghindari hal itulah aku menuliskan ceritaku ini.
Kalau kita sadari, memang, hidup manusia itu penuh misteri, seperti halnya juga dengan hidupku… “emang ngalamin misteri apaan?”
Waktu itu hari senin, 8 Desember 2009, bertepatan dengan hari raya Idil Adha, kebetulan aku sedang di rumah orangtuaku. Sekitar jam 5 sore, aku, ibu dan ayahku sedang mendengarkan berita di TV sambil ngobrol ngalol ngidul. Kalau tidak salah, salahsatu obrolan kami waktu itu mengenai 4 bulanan, karena kandunganku hampir menginjak 4 bulan. “what’s 4 bulanan? Cari aja di om google!”
Tiba-tiba aku ingin buang air kecil. Lalu aku ke kamar mandi. Tapi belum sempat aku buang air kecil, aku sadar, telah ada cairan membasahi rok yang sedang aku pakai waktu itu. Terang saja aku panik. Tapi, aku berusaha untuk menenangkan diri sendiri, sambil memastikan, cairan apa itu sebenarnya.
Aku pun akhirnya tahu, bahwa itu adalah darah… ya, itu darah!
Kemudian dengan tergesa-gesa, aku menuju ke kamarku. Rasanya tenagaku hilang saat itu.
aku benar-benar tidak tenang saat itu. Semua orang disekitarku berusaha menenangkan aku. Tapi tetap saja, bayangan-bayangan buruk memenuhi benakku.
Ada satu hal yang membuatku sedikit tenang, cerita kakakku, dia bilang, ada tetangga yang sedang hamil tiga bulan, tapi setiap bulan dia haid, dan kandungannya baik-baik saja sampai saat ini. Sebisa mungkin, aku berusaha meyakinkan diriku bahwa kandunganku akan baik-baik saja.
Singkat cerita, besoknya aku pergi ke dokter specialis kandungan dengan ditemani kakakku. Suamiku tidak bisa ikut, karena katanya ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, walau saat itu sebenarnya aku sangat membutuhkannya di sisiku.
Setelah melewati antrian yang cukup panjang, tibalah saatnya aku untuk diperiksa oleh sang Dokter.
Akhirnya Dokter pun memeriksa kandunganku. Dokter menyatakan bahwa aku mengandung janin kembar, tapi… jantung mereka sudah tidak berdenyut lagi… itu artinya, janin yang aku kandung sudah tidak bernyawa. :((
Mendengar berita itu, aku tak kuasa lagi menahan tangis. Aku merasa, aku telah kehilangan sebuah harapan.
Sepulang dari dokter, aku pun mengabarkan hal ini kepada suamiku. Aku tahu benar, perasaannya sama sepertiku. Tapi suamiku tidak yakin 100% terhadap hasil pemeriksaan dokter. Dia ingin agar aku memeriksakan kandunganku kembali ke dokter yang berbeda.
Besoknya, aku pun kembali memeriksakan kandunganku ke sebuah rumahsakit di Bandung dengan ditemani suami dan juga kakakku. suamiku memohon kepada suster yang membantu dokter yang akan memeriksaku agar aku dicatat sebagai pasien darurat sehingga aku didahulukan untuk diperiksa dokter.
Akhirnya dokter pun memeriksa kandunganku, dan ternyata hasilnya sama, bayi kembarku sudah tidak bernyawa… dengan sabar, dokter menerangkan kepada kakakku tentang keadaan janin di perutku. Masih terngiang ditelingaku kata-kata dokter itu:
“Nah, bu, ini kepalanya… dan ini jantungnya… coba ibu lihat, jantungnya tidak berdenyut… dan ini bayi yang satunya lagi… ibu bisa lihat, keadaannya sama, kan?” ya, aku benar-benar ditinggalkan mereka… bayi kembarku… “don’t cry!!!”
9 hari setelah itu, setelah para dokter berusaha mengeluarkan bayiku, barulah bayi kembarku keluar dari perutku. Dokter yang menanganiku sempat merasa sedikit putus asa, karena rahimku tidak juga mengalami bukaan sedikit pun, padahal aku sudah 3 hari menginap di rumahsakit tersebut. Itu artinya, sudah 3 hari juga dokter berusaha untuk membuka rahimku, karena konon, pasien-pasiennya yang mengalami hal yang sama denganku, biasanya hanya membutuhkan waktu 2 hari untuk bisa mengeluarkan janin mereka, sedangkan aku? 9 hari! “mungkin kalian emang betah tinggal di perut mama…”
Alhamdulilah, aku melahirkan bayi-bayiku tanpa operasi, meskipun prosesnya cukup lama.
Selama di rumahsakit, berbagai pengalaman pun aku dapatkan. Aku sempat mengalami dimarahi suster dan bidan ketika mereka memberikan obat padaku, “bukan karena aku gak mau dikasih obat lo, tapi aku tak tahan merasakan sakit ketika mereka memberi obat padaku dengan cara mereka… apalagi itu dilakukan 6 jam sekali… aduuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh… jadi kebayang…”,
aku juga pernah mengalami Anemia akibat kurang tidur karena harus mengkonsumsi obat selama 6 jam sekali, mendengar orang yang melakukan persalinan nyaris tiap waktu, etc. hal itu berlangsung selama kurang lebih 6 hari, sebelum akhirnya dokter menyarankan agar aku istirahat di rumah selama 2 hari.
Waktu itu aku pulang ke rumah hari Senin, 15 Desember 2008, dan dokter meminta aku kembali lagi hari Kamis. Aku pun merasa sedikit lega, karena akan terbebas dari suasana rumahsakit. Lalu aku pulang ke rumah orangtuaku.
Aku masih ingat benar, hari Rabu, 17 Desember, tepat jam 10 malam aku merasakan mules yang sangat hebat. Sampai akhirnya, kira-kira jam 00:00, keluarlah satu janinku, dan kira-kira 15 menit kemudian, menyusul yang kedua. Ya, waktu itu aku sedang berada di rumah orangtuaku.
Setelah kedua janinku keluar, aku merasakan sakiiiiiiiiiiiiiit yang luar biasa. “aduuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh… kebayang lagiiiiiiiiiiiiiiiii… sakitnyaaaaaaaaaaaaaaaa…”, karena plasenta masih tertinggal di perutku dan aku mengalami pendarahan yang cukup banyak. Jadi mungkin wajar saja kalau aku mengalami kesakitan yang luar biasa. Lalu aku pun dilarikan ke rumahsakit. “waduh?”
Setelah sampai di rumahsakit, dokter langsung menangani aku, dan… alhamdulilah besoknya aku sudah boleh pulang. Waktu itu aku sempat berfikir: “sia-sialah rasa sakit yang telah aku alami… karena tidak menghasilkan apa-apa…” tapi kini aku sadar, Tuhan pasti punya rencana lain untuk hidupku… ya… pasti ada hikmah dibalik semua ini.
Menurut cerita orang-orang yang sempat melihat janin-janinku, calon bayiku keduanya berjenis kelamin perempuan, dan kakakku sempat cerita, kalau mereka cantik-cantik, karena keduanya sudah berbentuk, tinggal penyempurnaan saja.
Namun satu hal yang aku sesalkan, aku belum sempat mencium mereka… :((
Waktu aku pulang dari rumahsakit, mereka sudah dikubur.
*Mengenang*
Aku ingat, betapa bahagia dan bangganya aku ketika untuk pertama kalinya aku memakai celana hamil karena celana-celana yang aku punya sudah tidak muat lagi, betapa indahnya ketika untuk pertama kalinya aku meminum susu untuk wanita hamil… Tapi ya sudahlah, Tuhan memang belum menghendaki aku untuk punya anak. Janjiku, aku akan lebih menjaga kehamilanku yang berikutnya.
“I miss you and I love you so much, my babs…”